Langsung ke konten utama

Social Problems of England in the Beginning of 20th Century in Bernard Shaw’s “Pygmalion”


ABSTRACT

Sriyani. 2018. Social Problems of England in the Beginning of 20th Century in Bernard Shaw’s Pygmalion. Study Program of English Literature. English Department, Faculty of Languages and Literatures, Universitas Negeri Makassar. (Supervised by Sultan and Abdul Halim)
            This study aimed at finding out the social condition, kinds of social problem, and the way the author criticizes the social problems of England in the beginning of 20th century in Pygmalion (1912). This study applied the descriptive method and used genetic structuralism approach to analyze the social problems of England and related it to the drama. The source of data was the Pygmalion drama and the social condition of England in the beginning of 20th century. The data were collected by; 1) Read the Pygmalion drama, 2) Read the social conditions of England in the beginning of the 20th century, and 3) Read the biography of the author. This study found several social problems of England in the beginning of 20th century in Pygmalion : poverty, education problem, gender inequality, and social class gap. The writer also found the way the author criticizes the social problems of England in Pygmalion in the beginning of 20th century.

Keywords: Social Problems, Sociological approach, Poverty, Social Class, England, 20th century.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Remember Me #9 Versi CakShill

Oleh Andi Febrianti Pratiwi “Kamu ngomong apa, sih?” sorak Cakka, meluapkan emosinya. Seharian ini ia sudah dibuat stress gara-gara masalah rumah sakit, kampus, mobil mogok, Shilla tiba-tiba menghilang dan pulang bersama Rio, sekarang apa lagi? Perempuan itu membatalkan pertunangan? Apa tidak cukup masalahnya seharian ini? “Pertunangan ini gak bisa aku lanjutin lagi,” balas Shilla. “Maafin aku selama ini.” “Shilla, please... Kamu kenapa? Oke, aku minta maaf. Kamu boleh nyuruh aku apa aja. Kamu boleh mukul aku sampe babak belur sekalipun, tapi kamu jangan mutusin sesuatu dengan gampang!” Cakka membekap kepalanya sendiri. Membuat rambutnya yang sudah menutupi telinga jadi berantakan. Perempuan itu terdiam. “Asal kamu tau, kita udah tunangan enam tahun ini. Kamu pikir gampang memutuskan semuanya dalam waktu beberapa menit aja? Hah?” seru Cakka, frustasi. “Aku gak inget apapun tentang kamu.” “Iya, aku tau! Trus kamu pikir aku bakal nerima keputusan ka

Remember Me #ENDING Versi CakShill

Oleh Andi Febrianti Pratiwi             Rio menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. “Udahlah, Ngel... Kalo lo nangis gitu, bagus kalo Shilla langsung bangun. Ini malah bikin sakit kepala, tau!” Angel semakin sesenggukan. “Lo gak ngerti perasaan gue. Gue udah hampir empat taun sahabatan sama Shilla. Gue gak tega ngeliat dia tiba-tiba koma dan penuh luka kayak gini. Hiks...” Lelaki dengan sweater putih tersebut mendesah frustasi. “Gue pernah pacaran sama dia waktu SMP. Which is sembilan tahun yang lalu,” ucapnya. “Lagian, kita di sini bukan buat sedih-sedihan. Harusnya kita doain Shilla biar cepet sembuh. Itu yang paling dia butuhin. Gue juga yakin, pelayanan di rumah sakit ini yang terbaik.” Perempuan berlesung pipi itu tetap menangis. Walau tak sekeras tadi. “Rio bener, Ngel. Shilla butuh doa dari kita semua, sementara dokter di sini mengusahakan yang terbaik buat dia.” Cakka ikut menatap nanar ke arah tunangannya. Mereka bertiga berdiri mengeli

Remember Me #2 Versi CakShill

Oleh Andi Febrianti Pratiwi *** Shilla mengunyah roti bakar selai coklat kesukaannya dengan tatapan kosong. Berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya, ia memilih melewati pagi ini dalam diam. Sesekali melirik sang Ayah yang sibuk membaca koran di ujung meja sebelah kiri, lalu menatap Ibu yang ikut menikmati roti di seberang. Kemudian ke sosok baru di samping kanannya –yang katanya– merupakan tunangannya. Calon suaminya.             “Shilla,” Ayah memecah keheningan.             Perempuan itu langsung mengalihkan pandangannya dari susu coklat ke wajah lelaki berusia 50 tahun di sebelah kirinya tersebut.             “Mulai hari ini, Pak Toro gak nganterin kamu lagi. Dia nganterin Ayah. Ayah udah capek nyetir mobil sendiri.”             Shilla mengangguk pelan. “Ya udah. Kalo gitu, Shilla nyetir sendiri aja.”             “Enggak, bukan gitu maksud Ayah, Nak. Maksudnya mulai sekarang, Cakka yang bakal nganter kamu ke kampus,” tambah Ayah.